Bocah Dilarang Menangis untuk Hindari Kematian
Menangis identik dengan perilaku anak kecil. Takut, lapar, sakit selalu bikin anak kecil menangis. Tapi bocah Inggris 3,5 tahun tidak boleh menangis sepanjang hidup karena bisa berisiko menyebabkan kematian. Menangis bagi Tianna Lewis McHugh sama saja dengan bunuh diri.
Tianna harus berusaha keras untuk tidak menangis karena menangis bisa memicu napas berhenti. Tianna sudah menderita penyakit ini selama 2 tahun. Orangtuanya, Ceri Lewis dan Andy McHugh setiap hari dan setiap saat harus berusaha semaksimal mungkin untuk memastikan Tianna tidak menangis.
Tianna pertama kali terdiagnosa penyakit Reflex Anoxic Seizure (RAS) ketika berusia 18 bulan. Penyakit ini membuatnya seperti orang meninggal ketika mendapatkan serangan tersebut. Saat terjadi serangan kulitnya berubah menjadi pucat, tubuhnya menegang, jantungnya berhenti berdetak dan napasnya pun berhenti.
Ceri Lewis (23 tahun) yang bekerja sebagai resepsionis hotel di Wrexham, Wales Utara, merasa histeris saat pertama kali melihat putrinya menunjukkan gejala-gejala RAS. Sang ibu langsung mengangkat Tianna dan mendapati si bocah menangis yang sedetik kemudian Tiana tampak seperti telah meninggal.
"Kulit Tianna berubah pucat, bibir dan sekitar matanya berwarna biru serta bola matanya berputar ke belakang. Seketika tubuhnya menegang dan punggungnya melengkung, saya pikir dia sudah mati," ujar Ceri Lewis, seperti dikutip dari News.com.au.
Andy, sang ayah pun langsung mencoba untuk menyadarkan putrinya dengan meletakkan mulutnya di mulut sang putri serta menutup hidungnya untuk membuat napas buatan. "Setelah lima sampai enam kali napas buatan Tianna mulai bisa menarik napas kembali dan menangis dengan bola mata yang hampir keluar," ujar sang ayah.
Saat itu juga Tianna langsung dibawa ke ruang gawat darurat Wrexham Maelor Hospital, tapi dokter tidak dapat mendiagnosa apa penyakit Tianna. Dua minggu kemudian serangan tersebut datang kembali dan berlangsung hingga 2 jam yang membuat Tianna harus berjuang keras untuk hidup. Saat itu dokter mengatakan jika terlambat membawanya dalam waktu 10 menit saja, Tianna bisa meninggal atau menderita kerusakan otak serius.
Beruntungnya Tianna bisa dibawa pulang kembali setelah dirawat selama 4 hari, dan dokter mulai menyadari bahwa Tianna mengalami Reflex Anoxic Seizure. Mulai saat itu jika dilihatnya Tianna ingin menangis, maka orangtuanya harus mengibaskan air di wajahnya untuk membuatnya tenang dan terhindar dari shock. Selama 2 tahun ini kedua orangtuanya sangat berhati-hati agar tidak membuat Tianna shock, terluka atau ketakutan yang bisa memicunya untuk menangis.
"Dia anak yang hiperaktif, banyak bicara, ceria dan berkembang dengan baik untuk seusianya. Bagi kami dia adalah seorang malaikat kecil dan penyakit ini akan membuat kami lebih menghargai dan mencintai dirinya," ujar Ceri Lewis.
Reflex Anoxic Seizure biasanya terjadi karena terhambatnya pasokan darah ke otak. Penyakit ini bukanlah epilepsi atau serangan napas yang tertahan. Reaksi ini terjadi karena adanya rangsangan yang tidak terduga seperti rasa sakit, takut, khawatir bisa juga karena udara yang terlalu panas atau dingin saat mandi. Faktor pemicu ini bisa menyebabkan jantung berhenti berdetak atau secara dramatis melambat.
Diperkirakan 8 dari 1.000 anak-anak usia prasekolah menderita penyakit ini. Anak yang paling banyak menderita penyakit ini adalah usia 6 bulan hingga 2 tahun, namun bisa juga menyerang saat remaja atau dewasa.
Tianna harus berusaha keras untuk tidak menangis karena menangis bisa memicu napas berhenti. Tianna sudah menderita penyakit ini selama 2 tahun. Orangtuanya, Ceri Lewis dan Andy McHugh setiap hari dan setiap saat harus berusaha semaksimal mungkin untuk memastikan Tianna tidak menangis.
Tianna pertama kali terdiagnosa penyakit Reflex Anoxic Seizure (RAS) ketika berusia 18 bulan. Penyakit ini membuatnya seperti orang meninggal ketika mendapatkan serangan tersebut. Saat terjadi serangan kulitnya berubah menjadi pucat, tubuhnya menegang, jantungnya berhenti berdetak dan napasnya pun berhenti.
Ceri Lewis (23 tahun) yang bekerja sebagai resepsionis hotel di Wrexham, Wales Utara, merasa histeris saat pertama kali melihat putrinya menunjukkan gejala-gejala RAS. Sang ibu langsung mengangkat Tianna dan mendapati si bocah menangis yang sedetik kemudian Tiana tampak seperti telah meninggal.
"Kulit Tianna berubah pucat, bibir dan sekitar matanya berwarna biru serta bola matanya berputar ke belakang. Seketika tubuhnya menegang dan punggungnya melengkung, saya pikir dia sudah mati," ujar Ceri Lewis, seperti dikutip dari News.com.au.
Andy, sang ayah pun langsung mencoba untuk menyadarkan putrinya dengan meletakkan mulutnya di mulut sang putri serta menutup hidungnya untuk membuat napas buatan. "Setelah lima sampai enam kali napas buatan Tianna mulai bisa menarik napas kembali dan menangis dengan bola mata yang hampir keluar," ujar sang ayah.
Saat itu juga Tianna langsung dibawa ke ruang gawat darurat Wrexham Maelor Hospital, tapi dokter tidak dapat mendiagnosa apa penyakit Tianna. Dua minggu kemudian serangan tersebut datang kembali dan berlangsung hingga 2 jam yang membuat Tianna harus berjuang keras untuk hidup. Saat itu dokter mengatakan jika terlambat membawanya dalam waktu 10 menit saja, Tianna bisa meninggal atau menderita kerusakan otak serius.
Beruntungnya Tianna bisa dibawa pulang kembali setelah dirawat selama 4 hari, dan dokter mulai menyadari bahwa Tianna mengalami Reflex Anoxic Seizure. Mulai saat itu jika dilihatnya Tianna ingin menangis, maka orangtuanya harus mengibaskan air di wajahnya untuk membuatnya tenang dan terhindar dari shock. Selama 2 tahun ini kedua orangtuanya sangat berhati-hati agar tidak membuat Tianna shock, terluka atau ketakutan yang bisa memicunya untuk menangis.
"Dia anak yang hiperaktif, banyak bicara, ceria dan berkembang dengan baik untuk seusianya. Bagi kami dia adalah seorang malaikat kecil dan penyakit ini akan membuat kami lebih menghargai dan mencintai dirinya," ujar Ceri Lewis.
Reflex Anoxic Seizure biasanya terjadi karena terhambatnya pasokan darah ke otak. Penyakit ini bukanlah epilepsi atau serangan napas yang tertahan. Reaksi ini terjadi karena adanya rangsangan yang tidak terduga seperti rasa sakit, takut, khawatir bisa juga karena udara yang terlalu panas atau dingin saat mandi. Faktor pemicu ini bisa menyebabkan jantung berhenti berdetak atau secara dramatis melambat.
Diperkirakan 8 dari 1.000 anak-anak usia prasekolah menderita penyakit ini. Anak yang paling banyak menderita penyakit ini adalah usia 6 bulan hingga 2 tahun, namun bisa juga menyerang saat remaja atau dewasa.